Thursday, July 14, 2011

Pro Kontra Pembangunan PLTN Jepara

Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di semenanjung Muria tepatnya di Ujung Lemah Abang Desa Balong Kecamatan Kembang, Jepara belum final diputuskan, akan dilanjutkan atau dibatalkan.
Seusai acara diskusi di Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Hudi Hastowo menyatakan, pihaknya belum membatalkan rencana pembangunan PLTN di Jepara.
Namun demikian, ia mengaku masih menunggu perkembangan kondisi sosial masyarakat setempat lebih kondusif. "Nanti kita lihat dulu perkembangnnya," ujar Hudi ketika ditanya apakah rencana itu masih terus jalan.
Sementara itu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Republik Indonesia Dr Herman Darnel Ibrohim menyatakan, resiko PLTN di Indonesia harus dikaji lebih dalam.
Menurutnya, untuk memastikan perlu dan kapan diperlukan PLTN harus dilakukan kajian kelayakan yang komprehensip terkait aspek tekno ekonomi dari berbagai opsi penyediaan energi non nuklir sumber domestik dan impor.
Jika dari studi kelayakan komprehensip PLTN adalah opsi yang kompetitif, lanjut Herman, selanjutnya harus dipertimbangkan resikonya yang sangat besar jika terjadi kecelakaan. "Keputusan akhir go or not go PLTN selanjutnya adalah politis dengan memperhatikan penerimaan publik," katanya.
(Suara Merdeka, Cyber News)

Mantan Presiden RI, BJ Habibie menilai sebaiknya jangan buru-buru menolak pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) menyikapi krisis nuklir yang terjadi di Jepang.
"Lihat dulu hasil kajian pakar tentang energi nuklir, terutama di dua negara, yakni Jepang dan Perancis," katanya, usai kuliah umum "Perkembangan Teknologi dan Wawasan Indonesia" di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, para pakar saat ini tengah mengkaji pemanfaatan PLTN di dua negara tersebut, mengingat Jepang dan Perancis adalah negara yang paling besar berinvestasi dalam pemanfaatan energi nuklir.
Dua negara tersebut, kata mantan Menteri Riset dan Teknologi itu, selama ini sangat tergantung dengan energi nuklir, terutama untuk menghasilkan energi listrik bagi perkembangan industri di negara itu.
"Kalau kemudian mereka (Jepang dan Perancis, red.) harus mematikan begitu saja (pemanfaatan energi nuklir) tidak mungkin bisa, sebab pergerakan dunia industri di negara itu akan macet," katanya.
Begitu tergantungnya dua negara itu terhadap energi nuklir, kata dia, butuh waktu untuk memutuskan apakah tetap memanfaatkan nuklir atau tidak, belum ada energi pengganti lain yang sanggup mencukupi.
Karena itu, Habibie mengatakan perlu melihat hasil kajian dari pakar terkait pemanfaatan nuklir di dua negara itu, terlebih setelah melihat dampak kerusakan PLTN di Fukushima, Jepang akibat gempa bumi dan tsunami.
Ditanya urgensi pembangunan PLTN di Indonesia, ia mengatakan perlu menunggu hasil kajian pakar dari pemanfaatan nuklir di dua negara itu secara objektif dan jangan langsung menolak pembangunan PLTN.
Ia menjelaskan urgensi pembangunan PLTN sebenarnya berkaitan dengan aspek ekonomi dan kebutuhan energi sehingga perlu melihat terlebih dulu hasil kajian, tanpa terburu-buru mengatakan pembangunan PLTN adalah hal tabu.
"Saya tidak menolak (pembangunan PLTN, red.), namun sebaiknya tetap harus berhati-hati dalam mengambil keputusan. Tidak menolak, namun tetap kritis, lihat dulu bagaimana hasil kajian di dua negara itu," kata Habibie

Baca Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment