Tuesday, October 2, 2012

Industri Minyak Nilam di Jepara

Menurut Andre pemilihan Desa Sumanding tidak ada perencanaan khusus. ”Sebetulnya saya sudah menawari petani di beberapa daerah, tetapi tidak mau. Kemudian saya punya karyawan yang penyetor kayu dari Sumanding. Saya beri penjelasan dan mengatakan akan mengajak petani lain,” tuturnya.

Andre yang awal masuk ke Jepara menekuni usaha furnitur alias mebel, beralih menekuni nilam dengan mendistribusikan 25 ribu bibit nilam. Diawali dengan modal sendiri dan bantuan dari beberapa investor, dia mulai membuka lahan di Sumanding. ”Kalau penghitungan mulai dari pengadaan bibit, penanaman hingga pengadaan peralatan, modalnya bisa menembus angka Rp 350 juta,” urainya.

Dari modal patungan itu, Dia memesan tungku atau mesin penghasil uap (boiler) dua buah dan dua tangki reaksi (autoklaf) dengan kapasitas 2 kuintal. Tidak tanggung-tanggung kualitas mesin pun dipilih yang terbaiik. ”Untuk kapasitas itu bisa 2 kuintal kalau dirajang sedangkan 1,5 kuintal kalau tidak dirajang. Sedangkan kualitas terbaik, adalah peralatan penyulingan yang dari stainless steel,” papar bapak dua anak tersebut.

Untuk urusan bibit, Andre memilih dari Purwokerto yang berjenis nilam Sumatera. ”Nilam dalam bahasa Jawa biasa disebut dilem ini ada beberapa jenis. Di Jawa memang ada nilam, tetapi tidak bisa dibuat minyak nilam. Adapun jenis dari Sumatera ini bisa dengan kualitas baik,” tutur Andre.

Dia menandaskan kualitas nilam Indonesia termasuk yang terbaik. Sedangkan nilam yang ditanam di Sumanding, menurut data kualitas yang dimilikinya sudah setara dengan nilam yang memang asli ditanam di Sumatera. ”Jadi, bibit sekarang sudah tidak ambil dari luar karena petani juga sudah melakukan pembibitan sendiri,” jelasnya. Untuk catatan, tumbuhan nilam yang ditanam di Sumanding ini tidak ada yang berada di tanah Andre. ”Semua berada di tanah warga dan Perhutani. Saya hanya membuka lahan untuk proses produksi penyulingan,” tambah Andre.

Pemasaran

Dia menerangkan produksi minyak nilam butuh proses penyulingan selama enam jam. Sehari memungkinkan melakukan penyulingan sebanyak tiga kali. Proses penyulingan dilakukan dengan menggunakan teknik penyulingan uap kering yang dihasilkan mesin penghasil uap (boiler) yang diteruskan ke dalam tangki reaksi (autoklaf). Uap selanjutnya akan menembus bahan baku nilam kering dan uap yang ditimbulkan diteruskan ke bagian pemisahan untuk dilakukan pemisahan uap air dengan uap minyak nilam.

Biaya produksi yang dibutuhkan untuk bahan bakar berupa kayu dan karet, serta tenaga menembus angka Rp 1,2 juta untuk menghasilkan minyak nilam sebanyak 12 kg per hari. ”Ketika awal penyulingan cukup besar, tetapi sekarang terbantu dari limbah nilam untuk dijadikan bahan bakar,” tutur Andre. Dengan rata-rata per hari mampu menghasilkan 12 kilogram, Andre memperkirakan jumlah produksi setiap tahun sebanyak 3.000 kg minyak nilam. ”Itu data sejak 2008. Sedangkan harga jual saat ini,1 kilogram minyak nilam dijual Rp 400 ribu,” ucapnya.

Dia mejelaskan, negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang merupakan langganan pengiriman minyak nilam. Minyak nilam, lanjut Andre, banyak digunakan dalam industri parfum. Minyak ini juga digunakan sebagai pewangi kertas tisu, campuran deterjen pencuci pakaian, dan pewangi ruangan. Fungsi lain, adalah sebagai bahan utama setanggi dan pengusir serangga perusak pakaian.

Potensi minyak nilam tersebut diamini Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Jepara Sujarot. Dia menjelaskan, komoditas perkebunan yang bisa dikembangkan adalah memiliki nilai ekonomis, mudah perawatannya, dan berfungsi konservasi. ”Beberapa aspek itu ada pada tanaman nilam, sehingga memang harus terus didorong untuk berkembang,” katanya. Dia menjelaskan, mendorong masyarakat di sekitar pinggang Muria untuk menanam Nilam.




Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/11/20/167029/Potensi-Nilam-Jepara-Layak-Diperhitungkan

Baca Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment